Thursday, November 27, 2014

Belajar Biasa



Banyak hal baru yang harus dipelajari untuk terbiasa.

Belajar biasa tidur di kasur yang gerak dikit bunyinya bisa bikin kamar sebelah kebangun :p

Belajar  biasa mandi dengan air seadanya, pake air tanah yang kuning, dan berbau.

Cuci baju sendiri udah biasa, tapi cuci baju pake tangan dan harus nunggu air pam jalan, baru belajar biasa.

Belajar biasa kemana mana jalan kaki dan harus selalu waspada.  Ada sih ojek, tapi selama masih bisa ditempuh dengan kaki, kenapa tidak.

Belajar biasa bangun jam 5 pagi untuk siapkan sarapan dan bekal makan siang di kantor. 

Belajar cara menghidupkan kompor minyak tanah, lalu belajar biasa menggunakannya.

Belajar makan tahu tempe dan segala macam sayuran,  karena disini cukup sulit untuk mendapatkan daging atau ikan, kalau ayam masih mudah didapatkan. 

Belajar mengolah makanan dan sayuran (padahal tidak begitu suka sayur). 

Belajar biasa harus membayar harga yang lebih mahal dari biasanya untuk kebutuhan sehari hari.

Belajar biasa jam 5 sore udah stand by di rumah sampai besok pagi.  Karena disini sudah tidak aman berada di luar rumah mulai jam 6 sore.

Belajar biasa berdoa untuk keamanan kota, terkadang keadaan kota yang biasanya sudah tidak aman bisa lebih tidak aman bila terjadi sesuatu hal, misalnya saja minggu lalu ada seorang bapak yang meninggal karena terkena panah saat perang suku beberapa waktu lalu.  Untuk saat ini keadaan lagi heboh dengan banyaknya jambret yang ga segan untuk memotong tangan sang korban agar lebih gampang mendapatkan tas korban.  Bahkan sudah sampai tahap mereka menantang masyarakat kalau dikejar.

Belajar biasa cara berkendara di Wamena! Minggu lalu ditanya oleh Sir Martijn, "Gita, sudah tau budaya berkendara disini? tidak boleh menabrak orang."

Saya berpikir, kayanya itu budaya dimana mana, tapi ternyata disini ada semacam hukum adat untuk tidak menabrak orang lokal, babi, anjing, ayam, atau apapun yang dimiliki oleh orang lokal.  Kalau menabrak, atau menyentuh sedikitpun akan dikenai denda sesuka mereka, tidak terbatas.  Tapi ya kalo orang lokal nabrak pendatang, gada sanksi apa apa.

Disini juga harus terbiasa liat babi lagi nyebrang jalan atau jalan jalan di pasar, dari babi kecil sampe babi besar. 
Liat sayur sayuran yang lebih besar dari biasanya.  Temen saya, Sintike, sedang cari cara bagaimana caranya agar sayuran yang dijual mama mama di pasar bisa mereka salurkan ke Jayapura ataupun kota kota lainnya, sehingga bisa meningkatkan pendapatan mama mama yang langsung mengambil dari kebunnya.  Transportasi merupakan suatu hal yang mahal disini, karena untuk keluar masuk Wamena hanya bisa dilakukan melalui udara, tidak ada jalan darat. 

Minggu kedua disini saya pergi bergereja bersama Sintike, dia dan teman temannya merangkul anak anak jalanan yang sangat butuh untuk dibangun karakter dan kepercayaan diri dengan status mereka sebagai anak jalanan yang sering dianggap sepele oleh banyak orang. 

Pertama datang dan langsung kena hukuman ketika bermain game.  Disuruh menangis 5 gaya di depan mereka semua dan siap menjadi bahan tertawaan, udah gada kenal kata malu maluin diri sendiri lagi, justru senang melihat tawa mereka. 

Disitulah saya bertemu dengan pengalaman bersaksi anak anak jalanan yang bersyukur karena diterima kerja di sebuah surat kabar, atau ada juga yang bersaksi karena mendapat sebuah baju dan sepatu dari seseorang sampai dia menangis setelah bersaksi.  Hal hal yang istilahnya gampang saya dapatkan, tapi begitu berarti untuk mereka, dan mereka mengingatnya sebagai sebuah berkat yang sangat ingin mereka katakan kepada orang orang. 

Lalu ditengah kebaktian kami pun bernyanyi sebuah lagu berbahasa Papua dengan semua orang berkumpul untuk bergerak melingkar selama menyanyikan lagu itu. 

Seru sekali!

Disaat itu juga saya mengingat kata kata teman saya ketika mendengar saya mengambil keputusan untuk datang bekerja di tempat ini, teman saya bilang "kamu mencari anti kenyamanan dan anti kemapanan."

Kalau melihat kondisi 'belajar biasa' memang saya setuju dengan perkataan teman saya, kondisi saya disini sehari hari jauh dari kata nyaman.  Tapi ketika itu saya menyadari, walau saya setiap hari berjuang bertahan dalam kondisi anti kenyamanan dan kemapanan, Tuhan tetap sediakan kenyamanan dan kemapanan itu. 

Tuhan sediakan alam yang indahnya gausah ditanya lagi, Tuhan sediakan pengalaman pengalaman seru baik bersama anak anak ataupun misionaris dan teman kantor, Tuhan sediakan makanan organik, Tuhan sediakan banyak pelajaran berharga dari hal hal kecil disekeliling saya, yang seringkali saya lupakan.  Hal hal kecil yang kalau kita lihat lebih dekat adalah hal hal yang luar biasa untuk disyukuri. 

Kalau di Bandung, bisa saya baru keluar rumah jam 7 malam hanya untuk sekedar berlari di lapangan Saparua, lalu mengobrol bersama sahabat saya sampai jam 10 malam.  Disini, karena keadaan kota yang tidak seaman pada umumnya, jam 6 sore harus sudah ada di rumah.  Tapi buat saya, walaupun tidak bisa kemana mana setiap malam, untuk bisa aman berada di rumah, menonton tv, tidur, dan bangun dengan keadaan aman aman saja, itu sudah berkat luar biasa setiap hari. 

Disini pun saya bisa ke kantor tanpa mengeluarkan duit sedikit pun.  Pulang pergi jalan kaki, makanan bawa dari rumah.  Ketika gajian pun rasanya biasa saja.  Karena mau menghabiskan duit pun bingung kemana, belanja hanya beli sayuran dan makanan sehari hari.  Walau gaji biasa biasa saja dan biaya hidup yang sebenarnya lebih mahal, tapi karena uang keluar hanya untuk makan, ya selalu ada aja duit.

Dibanding cerita di tv, mahasiswa pada demo karena bbm naik 9ribu, beberapa tempat diberi bantuan sosial setiap 2 bulan, sedangkan kami disini dengan harga bensin 20ribu seliter, beras 22ribu sekilo, teh kotak 7ribu, air mineral 1,5L 20ribu, kami baik baik saja, masih tetap bisa hidup, dan menjalani hari seperti biasa. 

Biaya kebutuhan hidup yang tidak disamaratakan dengan daerah lainnya di Indonesia dan ketersediaan fasilitas/kebutuhan publik di bidang apapun yang tidak  sama seperti daerah lain (misal keamanan dan pendidikan). 

Bagi kami, untuk bangun pagi ada air untuk mandi, bisa sampai rumah dan kantor dengan selamat, dan tidur dalam keadaan tanpa pencuri, kami bersyukur. 

Seperti yang Dia katakan, "Kuk yang Ku pasang enak dan ringan."

Itulah yang saya rasakan, dalam anti kenyamanan, anti kemapanan, anti keamanan, Dia tetap sediakan kenyamanan, kemapanan, keamanan menurut kebijakan Dia.  Pekakan dan beri diri untuk melihat dari sudut pandang dan pemahamanNya. 
Di dalam perjuangan bersama teman teman disini untuk memajukan Wamena dan Papua, kami bersyukur untuk tetap berada dalam keadaan aman.
Selamat bersyukur! Selamat belajar biasa untuk bersyukur :)

No comments:

Post a Comment